Perbuatan dosa adalah sesuatu yang sudah seharusnya dihindari oleh setiap Muslim. Namun, ada kalanya manusia sulit untuk menghindar dari dosa yang sama. Dan jika itu dilakukan, bagaimanakah hukumnya, apakah Allah ta’ala akan menerima taubatnya?

Berikut pembahasan oleh Prof Madya Dr Mohd Asri bin Zainul Abidin terkait hal tersebut:

1. Secara umum taubat menggambarkan kekesalan dan kesadaran terhadap dosa yang dilakukan, lalu memohon keampunan Allah dan berazam untuk tidak mengulanginya lagi. Ini berdasarkan firman Allah yang artinya:

“Dan mereka yang apabila melakukan perbuatan keji, atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat kepada Allah lalu memohon ampun atas dosa-dosa mereka – dan tidak ada yang mengampuni dosa-dosa melainkan Allah -, dan mereka juga tidak meneruskan (perbuatan buruk) yang mereka telah lakukan itu, sedang mereka mengetahui (akan kesalahannya dan akibatnya). Orang-orang yang demikian itu, balasannya adalah ampunan dari Tuhan mereka, dan syurga-syurga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya; dan yang demikian itulah sebaik-baik balasan (bagi) mereka yang beramal.” (Surah Ali ‘Imran: 135-136).

Maka, pada dasarnya taubat itu di samping kesadaran dan memohon ampunan, ia juga adalah niat kuat untuk tidak mengulanginya.

2. Keikhlasan atau kesungguhan seseorang yang bertaubat itu hanya diketahui oleh Allah dan dirinya sendiri. Ketika dia bertaubat, jika itu lahir dari keikhlasan maka perasaan khusyuk, duka, insaf, mengharapkan keampunan Allah akan menyelinap masuk ke dalam setiap relung jiwanya. Airmata keinsafan antara bukti kejujuran insan yang menyesal dan mengharapkan keampunan. Keinginan untuk berada dalam keampunan itu akan membawanya kepada azam untuk tidak mengulangi dosa. Jika taubat seperti itu berlaku, maka itu adalah taubat nasuha yang ikhlas. Ia diterima Allah.

Sekalipun kemungkinan setelah itu, atas kelemahan diri, hamba yang bartaubat tadi tergelincir sekali lagi ke dalam dosa yang sama. Jika, dia ikhlas pada taubatnya yang awal, Allah Maha Mengetahuinya dan insyaAllah akan mengampuni dosanya yang awal, juga dosa kemudian jika dia terus bertaubat lagi.

3. Taubat yang sebenarnya bukan satu perkara yang bisa dibuat-buat. Ia bukan sebuah candaan. Rasa kesadaran yang hadir dalam jiwa seorang hamba bukannya perkara yang diada-adakan. Ia adalah cahaya iman yang lahir dari kesucian jiwa yang mengakui kebesaran Allah dan takut akan dosa. Apabila perasaan itu ada, maka seorang hamba pun bertaubat dengan penuh insaf dan berani untuk tidak mengulangi. Siapakah yang mengetahui wujud perasaan itu dalam suatu jiwa? Sudah pasti hanya Allah dan manusia yang bertaubat itu sendiri. Jika keadaan yang disebutkan itu berlaku, manusia itu sebenarnya telah benar-benar bertaubat.

4. Manusia atau anak Adam itu ada kelemahannya. Kadang-kala dia terjatuh lagi dalam kesalahan setelah bertaubat dengan bersungguh-sungguh. Ini –seperti yang dijelaskan- kegelinciran kedua atau ketiga dan seterusnya tidaklah bererti dia tidak ikhlas dalam taubatnya yang sebelum itu. Namun, kelemahannya menyebabkan dia berulang kali jatuh ke dalam dosa, sekalipun telah benar-benar insaf sebelumnya. Maka, jika hal ini berlaku dia hendaklah mengulangi taubat dan jangan berputus asa. Syaitan akan membisikkan perasaan putus asa dalam jiwa, sedangkan Allah Maha Pengampun Lagi Maha Penerima taubat.

5. Hal ini dijelaskan oleh Nabi s.a.w dalam hadits beliau:

“Seorang telah melakukan satu dosa, lalu dia berkata: Wahai Tuhanku ampunilah dosaku. Lalu Allah azza wa jalla berfirman: Hamba-Ku melakukan dosa dan dia mengetahui bahwa baginya Tuhan yang bisa mengampuni dan menghukumnya –dalam riwayat yang lain ditambah: Aku ampunkan dosanya-. Kemudian dia kembali melakukan dosa yang lain, dia berkata: Wahai Tuhanku aku telah melakukan dosa ampunilah dosaku. Lalu Allah berfirman: Hamba-Ku melakukan dosa dan dia mengetahui bahwa baginya Tuhan yang bisa mengampuni dan menghukumnya–dalam riwayat yang lain ditambah: aku ampunkan dosanya-. Lalu dia melakukan dosa sekali lagi, dia berkata: wahai Tuhanku aku telah melakukan dosa ampunilah dosaku. Lalu Allah berfirman: Hamba-Ku melakukan dosa dan dia mengetahui bahwa baginya Tuhan yang bisa mengampuni dan menghukumnya, maka aku ampunkan hamba-Ku ini, lakukan apa yang kau mau Aku ampuni engkau”. (Riwayat al-Bukhari dan Muslim).

6. Dari hadis di atas menggambarkan, selagi seseorang hamba Allah menyesal dan insaf, sekalipun telah berulang dosa, Allah Yang Maha Pengampun tetap mengampuninya. Namun, hendaklah kita berhati-hati karena waktu kematian tidak pasti. Orang yang bertaubat dan berhasil menjaga dirinya tentulah lebih baik dari yang gagal menjaga diri. Tidak mustahil ketika dia gagal menjaga diri itu, kematian menjemputnya.

7. Apapun, pintu taubat dalam Islam ini senatiasa terbuka. Seberapapun besarnya  dosa, berapa kali ia mengulanginya. Manusia jangan berputus asa dari rahmat Allah. Firman Allah yang artinya:

“Katakanlah: “Wahai hamba-hamba-Ku yang telah melampaui batas terhadap diri mereka sendiri (dengan perbuatan-perbuatan maksiat), janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah, karena sesungguhnya Allah mengampuni segala dosa; sesungguhnya Dia lah juga Yang Maha Pengampun, lagi Maha Mengasihani.” (Surah az-Zumar: 53).

Putus asa dari rahmat Allah adalah bisikan syaitan yang enggan melihat hamba-hamba Allah kembali kepada Allah.

8. Di antara cara untuk membuat kita istiqamah dengan taubat kita ialah memohon pertolongan Allah agar kita tetap di atas jalan hidayah. Al-Quran mengajarkan  kita doa yang artinya

“Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha Pemberi (karunia).” (Surah Ali ‘Imran: 8).

Nabi s.a.w pun selalu memperbanyak doa:

“Wahai Yang Membolak-balikkan hati (Allah)! Tetapkan aku atas agamu-Mu” (Riwayat al-Tirmizi, Ahmad, Ibn Abi ‘Asim- dinilai sahih).

9. Juga, di antara langkah menetapkan diri dalam kebaikan adalah dengan bersama dengan teman yang baik dan shalih. Teman yang baik dan mau mengajak pada kebaikan akan membawa kita terus dalam kebaikan. Begitupun sebaliknya. Firman Allah yang artinya:

“Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas”. (Surah al-Kahfi: 28).

Hiduplah dalam lingkungan teman-teman yang selalu mengingatkan kepada kebenaran dan kesabaran.

10. Maka, ingatlah untuk tidak berputus asa dari rahmat Allah, dan jangan kita membuat orang lain berputus asa dari rahmat Allah. Manusia mempunyai kesempatan bertaubat sebelum nyawa sampai di tenggorokan. Sabda Nabi:

“Sesungguhnya Allah menerima taubat seorang hamba selagi nyawa belum sampai ke tenggorokannya.” (Riwayat al-Tirmizi, dinilai hasan oleh al-Albani).

Demikianlah, teruslah bertaubat dan memperbaiki diri. Jangan berhenti berjuang dan selalu berusaha untuk jadi lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yang sama. Wallahu’alam.

(fauziya/muslimahzone.com)

0 komentar :

Total Tayangan Laman

Dzikir Asma'ul Husna

Produk-Produk yg menghina Islam

Misteri Nabi Khidir AS

INFO - INFO

Menyambut Kedatangan Imam Mahdi

Job & Career

Popular Posts